Setidaknya ada 3 macam orang dalam kaitan dengan ide.
Pertama, orang yang merasa bahwa dirinya adalah satu-satunya penghasil ide yang kompeten. Alhasil, ide terbaik hanya berasal dari dirinya. Siapapun yang mendengar idenya harus merasa beruntung karena diberi ide yang sangat hebat itu. Jika ada orang yang menunjukkan respons negatif terhadap ide itu, maka orang itu tidak mempunyai imajinasi cukup baik dalam memahami hebatnya ide itu .
Kedua, orang yang merasa bahwa ide baru itu tidak penting: dunia sudah berjalan dengan sendirinya sehingga tidak ada gunanya berusaha menghadirkan ide-ide baru dalam menciptakan cara baru dunia berjalan. Berbagai pemikiran (tak perlu baru) hanya muncul sebagai respons terhadap problem yang menghambat jalannya dunia. Ketika mesin produksi ngadat, baru direspons untuk mencari cara membuat mesin itu berjalan normal lagi. Tapi selama mesin itu tak bermasalah, maka tidak perlu pemikiran-pemikiran baru untuk efisiensi atau apapun.
Ketiga, orang yang merasa bahwa ide adalah bagian terpenting dirinya dalam beraktualisasi: apapun bidangnya dia selalu merasa berkebutuhan untuk mendengar ide-ide dari banyak orang. Dari kolega, bawahan bahkan orang-orang di luar perusahaan. Rutinitas tak ubahnya arus sungai yang membuat orang lengah. Setiap ide baru dihargai sebagai sebuah kesempatan untuk menjadi lebih baik dan lebih baik. Sehingga orang ini cenderung menjadi pendengar yang baik meski kadang-kadang pengalaman menunjukkan bahwa ide yang bisa diterapkan dengan sangat baik tak lebih dari 1% dari seluruh ide yang muncul. Orang seperti ini mengalir riang di antara kegagalan dan keberhasilan ide-ide sepanjang hidupnya. Kegagalan dan keberhasilan tak akan menghentikannya untuk menghasilkan ide-ide. Karena, menurut pemahamannya, dalam hati setiap manusia pada dasarnya tersimpan hasrat untuk mencipta.
(8 August 2017)